Senin, 25 Mei 2015

TIDAK DIPERHITUNGKAN

Yoh 6:1-14
Banyak mujizat-mujizat penyembuhan yang telah dikerjakan oleh Yesus yang membuat banyak orang berbondong-bondong ingin mengikut Dia. Yang terdata mengikut Yesus saat itu ada kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak (ay.10) untuk mendengarkan pengajaran Yesus dan memerlukan penyembuhan (Luk 9:11). Masalah hadir ketika hari mulai malam, waktunya untuk makan malam-lagipula dalam versi Lukas 9:12 daerah ini adalah daerah yang sunyi. Tidak ada orang yang ingin kelaparan, bukan?. Agar orang yang banyak itu dapat makan, maka murid menyarankan Yesus untuk menyuruh orang banyak itu pergi ke perkampungan terdekat untuk masing-masing membeli makanan. Para murid juga tidak memiliki cukup uang untuk orang sebanyak itu (ay.7). Dari kumpulan orang yang hadir saat itu ada seorang anak yang memiliki 5 roti jelai dan 2 ekor ikan yang menurut hitungan matematika tidak akan mungkin cukup untuk orang sebanyak itu. Diluar dugaan, 5 roti jelai dan 2 ekor ikan mampu mengenyangkan semua orang yang ada saat itu bahkan setelah dikumpulkan potongan-potongan roti tersebut didapati kelebihan penuh 12 bakul.
Kuasa Tuhan bekerja ditempat itu sehingga 5 roti jelai dan 2 ekor ikan mampu mencukupkan kebutuhan 5000 orang laki-laki tidak termasuk perempuan dan anak-anak. Tuhan memakai seorang anak kecil ini untuk menjadi berkat bagi semua orang yang hadir saat itu. Apalagi dalam konteks saat itu, anak-anak belum bisa diperhitungkan keberadaannya.
Dalam konteks sekarang pun, masih ada paradigma yang berlaku di masyarakat bahwa anak-anak masih belum layak diperhitungkan untuk mengambil peran dan berkontribusi di lingkungan masyarakat. Tetapi Allah juga bisa memakai anak-anak untuk menyatakan kuasaNya.

Pada kesempatan mengunjungi Forum Anak di Kec. Sungai Ambawang, penulis melihat bahwa anak-anak bisa berkontribusi menyuarakan hak-haknya dan perubahan di lingkungan dimana mereka hadir melalui tulisan. Oleh seorang narasumber local yang adalah seorang penulis, anak-anak diajarkan untuk menulis hal-hal sederhana dari kehidupan mereka dan ditolong agar bisa dimuat di koran lokal. Merindukan agar mereka nantinya bisa menyuarakan hak-hak anak bahkan membagikan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka impikan terjadi di wilayah mereka masing-masing. Siapa bilang anak-anak tidak layak diperhitungkan?

DOA YANG DIGERAKKAN OLEH BELAS KASIH

Markus 9:35-38
Kitab Markus menceritakan sebuah kisah Yesus yang telah berjalan berkeliling semua kota dan desa. Ia telah mengerjakan banyak hal dalam perjalanannya mulai dari mengajar, memberitakan firman Tuhan serta melenyapkan segala penyakit. Dengan orang banyak tersebut tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (ay.36). Yesus menarik kesimpulan bahwa tuaian banyak, namun pekerja sedikit dan mengajar murid-muridNya agar meminta kepada Tuan yang empunya pekerja untuk tuaian itu. (ay 37-38).
Ketika penulis mengunjungi beberapa daerah di Kalimantan Barat ada beberapa kebiasaan masyarakat setempat yang penulis temui tidak sesuai dengan standar kesehatan. Misalkan masyarakat melakukan aktivitas MCK di selokan, rumah yang tidak memiliki WC, minum air tanpa dimasak. Belum lagi masalah sosial lainnya seperti anak SD yang sudah ngelem, akses pendidikan yang sulit ditempuh oleh siswa, dll.

Selain memiliki belas kasih, Yesus mengajar murid-murid untuk berdoa supaya Tuhan hadirkan pekerja untuk tuaian itu kemudian pada akhirnya jika kita melihat bacaan selanjutnya Tuhan memilih dan mengangkat murid-murid untuk mengerjakannya. Mari berdoa supaya Tuhan hadirkan para pejuang dan mitra yang akan melanjutkan pelayanan kita dan juga membuka hati untuk menjadi jawaban doa atas isu-isu sosial di masyarakat wilayah dampingan. Kiranya setiap doa yang kita naikkan adalah sebuah pergumulan bersama masyarakat.
Untuk direnungkan.
Apakah Anda masih memiliki belas kasihan melihat masyarakat wilayah dampingan? 
Ataukah Anda hanya mengerjakan tugas organisasi ketika Tuhan menghadirkan Anda di suatu wilayah layanan?

Penggalan lagu Brikanku hati
Brikanku hati seperti hatiMu yang penuh dengan belas kasihan
Brikanku mata seperti mataMu memandang tuaian di sekelilingku
Brikanku tanganMu tuk melakukan tugasMu
Brikanku kakiMu melangkah dalam rencanaMu
Brikanku… Brikanku… Brikanku hatiMu

KEHADIRAN SAHABAT

Konon, menyenangkan ketika bekerja menjadi staf WaVI karena bisa traveling menjelajahi beberapa daerah di wilayah nusantara, bertemu masyarakat terlebih anak-anak dan melakukan perubahan-perubahan bersama masyarakat. Namun apakah pelayanan WaVI akan selalu berjalan mulus seperti melintasi jalan tol? Ternyata, dalam berproses melayani masyarakat dampingan, tidaklah seperti demikian halnya.
2 Kor 7:5-6
Dari kitab Titus dikisahkan tentang seorang tokoh Alkitab bernama rasul Paulus. Rasul Paulus dikenal sebagai seseorang yang sangat militan dalam melayani. Bahkan, rasul Paulus menjadi penulis ½ + 1 seluruh kitab dalam perjanjian baru. Ada banyak hal yang bisa dibanggakan dari tokoh ini. Namun ketika membaca bagian ini, ada hal yang menarik. Dikatakan : ”Ketika kami tiba di Makedonia, kami tidak beroleh ketenangan bagi tubuh kami. Dimana-mana kami mengalami kesusahan: Pertengkaran dari luar dan ketakutan dari dalam. Tetapi Allah, yang menghiburkan orang yang rendah hati, telah menghiburkan kami dengan……”
Bagaimana cara Allah menghibur??Bukan dengan jaminan kasihNya… bukan dengan  kehadiran Yesus. Tapi, dari bacaan ini dikatakan bahwa Allah menghiburkan kami  dengan kedatangan Titus. Ya, Titus dipakai Tuhan untuk menghibur rasul Paulus.

Ketika berada di Sekadau, penulis melihat rekan sekerja-staf WaVI-yang bekerja keras untuk melayani masyarakat dampingan. Namun rekan-rekan sekerja ini juga memiliki pergumulan masing-masing baik pergumulan dengan keluarga, pergumulan memiliki teman hidup, pergumulan relasi dengan lingkungan tempat tinggal, dll. Bahkan dalam beberapa kesempatan harus mengorbankan hari-hari libur untuk membangun wc dan sanitasi bersama masyarakat.
Ketika pergumulan demi pergumulan mulai datang, Tuhan menghiburkan kita dengan menghadirkan seorang sahabat. Bersyukur untuk sahabat-rekan sekerja yang Tuhan hadirkan di setiap wilayah layanan untuk mengiburkan ketika kesusahan mulai hadir.

Untuk para sahabat yang menghiburkan dari Sekadau.

MENJADI BERKAT BAGI SUKU BANGSA

Yeremia 1:4-8
Adalah tidak mudah bagi seorang Yeremia untuk menjadi nabi pada zaman tersebut. Ia bukan keturunan nabi, melainkan keturunan imam (ay. 1). Ia juga belum fasih berbicara sebab masih muda (ay.6) serta Ia harus memperingatkan bangsaNya akan penghukuman Tuhan di tiga zaman pemerintahan raja dimana tidak semua raja tersebut takut akan Tuhan. Tetapi Tuhan memanggil Yeremia ditengah segala keterbatasan yang dimilikinya untuk menjadi alatNya bagi bangsa Yehuda. Tuhan berkata bahwa Ia telah mengenal Yeremia sejak dari dalam kandungan dan telah menguduskannya serta menetapkannya menjadi nabi bagi bangsa-bangsa (ay.5). Yeremia juga harus pergi kemana saja Tuhan mengutus dan tidak perlu takut karena Ia akan menyertai (ay.7-8).

Sebagai staf WaVI, kita menyadari ada banyak keterbatasan kita. Ada beberapa suku bangsa di wilayah Indonesia, yang Tuhan anugerahkan kepada WaVi untuk dilayani. Tidak semua orang mudah untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan masyarakat setempat. Penulis menyadari benar bahwa setiap staf harus mencoba beradaptasi sedemikian rupa ketika Tuhan tempatkan di setiap wilayah layanan. Tetapi Tuhan memanggil setiap staf untuk menjadi berkat bagi suku-suku bangsa di Indonesia bahkan mungkin bangsa lain karena IA mengasihi semua suku bangsa. Dengan segala keterbatasan kita, Ia berjanji akan menyertai kita.
Sewaktu memasukkan lowongan kerja, penulis yang berasal dari pulau Sulawesi ini tidak pernah membayangkan akan ditempatkan untuk melayani di daerah Kalimantan Barat. Staf lainnya ada juga yang berasal dari Surabaya, Kupang, Jakarta, Medan, Bandung, dll tetapi Allah telah memanggil kami untuk menjadi berkat bagi kota ini.
Bersyukur untuk bagian Firman Tuhan yang menguatkan dan meneguhkan sehingga penulis mengambil keputusan untuk menjadi staf WaVI. Ia mengenal, menguduskan, menetapkan, memerintahkan dan juga akan menyertai penulis bersama seluruh staf mengerjakan pelayanan ini karena IA adalah ALLAH atas seluruh suku-suku bangsa.

Setiap kata perintah dalam firmanNya, selalu diikuti dengan kata penyertaanNya. Sehingga, dimanapun Anda melayani, peganglah janji penyertaanNya sebab Ia adalah setia.

“BERBICARALAH, SEBAB HAMBAMU INI MENDENGAR”

1 Sam 3:10
Samuel adalah seorang anak yang dibesarkan oleh imam Eli untuk melayani Tuhan (ay1.). Dimasa tua imam Eli, pada suatu malam Tuhan memanggil Samuel. Sampai tiga kali Tuhan memanggilnya (ay. 8) namun Samuel masih mengira bahwa imam Eli yang memanggilnya. Akhirnya imam Eli menyadari bahwa Tuhanlah yang memanggil Samuel dan mengajar Samuel jika Tuhan memanggilnya agar berkata: “Berbicaralah Tuhan, sebab hambaMu ini mendengar.” (ay.10). Wajar jika Samuel berespons demikian dalam bacaan ini. Alasannya karena pada masa itu Firman Tuhan jarang, penglihatan-penglihatan tidak sering (ay.1), dan firman Tuhan belum pernah dinyatakan kepadanya (ay.8).

Berbeda dengan keadaan Samuel saat itu, setiap staf WaVI melaksanakan devosi rutin setiap hari sebelum melayani masyarakat. Namun, devosi akan bisa menjadi rutinitas ibadah yang akan terasa hambar dan kepekaan untuk mendengar suaraNya menjadi tumpul jika hati tidak ditundukkan untuk mendengar FirmanNya dalam devosi tersebut.
Sewaktu menuliskan renungan ini, penulis sedang begitu bersemangatnya untuk mengerjakan survey di lapangan dan teman-teman juga sedang sibuk mempersiapkan bahan untuk reporting workshop regional Kalbar. Ada begitu banyak rencana yang sedang penulis telah persiapkan, sampai suatu hari dalam devosi staf, Tuhan mengingatkan penulis melalui bahan ini.
Untuk direnungkan
Ketika aktivitas pelayanan padat….
Ketika melaksanakan devosi setiap hari….
Masih segarkah Anda untuk peka mendengar suaraNya?
Sebelum mendengar firmanNya, berikan hati Anda kepadaNya dan berkata kepadaNya: “Berbicaralah Tuhan sebab hambaMu ini mendengar.”

Indahnya pelayanan ketika relasi kita makin intim dengan Dia!! 

Senin, 18 Mei 2015

Pertama kalinya: Naik Sampan tak terpublikasi

Hari ini, selasa 12 Mei 2015
Diajak sama ADP Kubu Raya sejak minggu lalu utk APR.
Ketakutan ada di benakku sebenarnya tp tetap kuniatkan untuk kejejakkan kaki ke tanah Lingga dalam. Saya tidak tahu berenang dan kesana harus dengan sampan, pikirku bagaimana kalau itu terbalik dsb seperti cerita mengenai Ridwan, salah satu THL mereka.. Tapi demi masyarakat dan mau tidak mau saya harus belajar memberanikan diri karena itulah bumi Kalimantan Barat dimana Tuhan memanggilku dengan kuat.
Awalnya pagi itu kami berencana berangkat jam 12.00 agar tiba di gudang jam 13.00. Hampir saya tak jadi berangkat karena semua kendaraan kantor terpakai, tapi karena saya menawarkan motorku sehingga akhirnya berangkat bersama cici. Tapi mtorku harus diservis dahulu karena baru 2 hari kuambil dari dealer (motor bekas yang kudapat dari melalui bantuan sahabatku Debby). Singkat cerita kami baru mulai berangkat jam 12.30 dan tiba sekitar 13.30 di gudang. Di gudang ini kami harus naik sampan untuk menuju ke lingga dalam menemui 130-an yang telah dijadwalkan untuk ditemui pada pukul 1Di gudang ini kami harus naik sampan untuk menuju ke lingga dalam menemui 130-an yang telah dijadwalkan untuk ditemui pada pukul 14.00. kami terbagi dalam 2 tim. Yaitu tim gudang untuk 37 org anak dan tim lingga dalam untuk 130 org anak.


Sayangnya turun hujan lebat. Namun APR di gudang tetap dilanjutkan, dan kami tim lingga dalam harus menunggu hujan agak reda agar tidak basah barang2 yang telah kami siapkan utk anak. Padahal mereka telah menunggu sejak pukul 13.00. Kami bersama bapak damianus-pemilik sampan yang kami sewa yang juga salah satu kader kemudian menunggu sampai pukul 15.30.
Akhinya kami berangkat sekalipun hujan masih rintik2. Yang ada dipikiran kami kasihan dengan anak2 yang telah menunggu kami-karena ada beberapa diantara mereka yang harus naik sampan lagi untuk menuju lingga dalam.
Untuk diketahui lingga dalam hanya bisa ditempuh dengan perjalanan melewati air sungai. Kami melewati daerah tsb selama 30 menit. Rasa takut ada dalam pikiranku apalagi ini adalah sungai yang dalam---belum lagi kalau ada buaya (konon katanya tidak perlu disebutkan kata buaya agar tidakmuncul) ditambah lagi saya tidak tahu berenang. Sekali-kali sampan kami harus mati mesinnya, akupun tak tahu kenapa bisa seperti itu. Sekali-kali muncul gelondongan kayu yang menabrak sampan kami (kebiasaan masyarakat kayu yang akan mereka jual didistribusikan dari hutan melalui air dan dirakit menjadi saling berhubungan disepanjang sungai). Aku juga membawa pelampung yang kumasukkan dalam tasku namun karena malu tidak kupakai selama perjalanan keberangkatan tersebut. Memang tidak bisa kusembunyikan rasa takutku. Sampai2 teman2 mentertawakanku karena berulangkali kutanyakan tentang buaya dan mereka melihat responku sepanjang perjalanan tersebut jika sampan kami bergerak-gerak).
Akhirnya kami tiba pada pukul 16.00. Ternyata mereka masih menunggu kami. Senangnya hati ini bisa sampai. Tidak hanya karena bisa melewati ketakutanku tadi, namun juga senang karena antuasiasme masyarakat dan anak2. Walaupun ada beberapa anak yang telah pulang dengan alasan lama menunggu. Tapi tidak apalah bagiku.
Kami tiba di sebuah gereja katolik dan mulai melakukan aktivitas APR. Ada anak2 yang mewarnai, dibagikan helm-yg pikirku untuk apa juga mereka dapatkan karena mereka menggunakan transportasi sungai, mengisi form perkembangan mereka selama setahun dengan didampingi agar tidak salah, ada juga yang mendapat celengan. Dan yang terakhir mereka dibagikan snack bersama botol minuman. Semua aktivitas kami terselesaikan pada pukul 18.30.
Sekarang saatnya pulang.
Ternyata sudah gelap. Awalnya mesin kami sempat mogok, yang membuatku agak kuatir. Sambil bapak Damianus menyalakan mesinnya kunaikkan doa kepada Sang Pemilik hidup untuk menyertai perjalanan pulang kami. Sejak awal saya telah memakai pelampung untuk mengurangi ketakutanku. Namun ketakutanku dengan buaya tetap menghantui karena sudah gelap dan bapak Damianus seringkali mengarahkan senternya ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang sepanjang perjalanan kami. Kupikir menu yang empuk bagi buaya bila kami bertemu. Tapi puji Tuhan kami bisa tiba di gudang pukul 19.00.

Setelah berpamitan dengan kader di lingga dan berkemas-kemas kami berangkat jam 19.30 dan tiba di rumah makan Chinese sebelum ke kantor Kubu Raya pukul 20.30. Kami tiba ke kantor dan langsung pulang ke rumah. Rasa senang dan syukur kunaikkan bisa tiba di rumah dengan selamat mengalahkan keletihanku di sepanjang hari itu. Dan baru kusadari, saya tidak sempat mendokumentasikannya dalam foto walaupun kutahu belum lagi kutahu kapan saya akan kesana. (Kata Noker-salah satu THL kami dia sempat memanggilku sewaktu di sampan. Mungkin karena ketakutanku, saya sudah tidak mendengarnya lagi)


Itulah kisah Lingga dalam, 120515 bersama Vonny Katuuk, Noker, ibu Kader, Bapak Damianus bersama anaknya.